Sejarah
Kabupaten Lampung Tengah, yang terletak di Provinsi Lampung, Indonesia, memiliki sejarah panjang yang mencerminkan dinamika politik dan sosial di wilayah Sumatra bagian selatan.
Masa Kolonial Belanda dan Jepang
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, Lampung Tengah dikenal sebagai Onder Afdeling Sukadana, yang terdiri dari tiga distrik utama:
- Onder Distrik Sukadana: Mencakup Marga Sukadana, Marga Tiga, Marga Nuban, dan Marga Unyai Way Seputih.
- Onder Distrik Labuhan Meringgai: Meliputi Marga Sekampung Ilir, Sekampung Udik, dan Marga Subing Labuhan.
- Onder Distrik Gunung Sugih: Terdiri dari Marga Unyi, Subing, Anak Tuha, dan Marga Pubian.
Setiap distrik dipimpin oleh seorang Asisten Demang, di bawah pengawasan seorang Controleur Belanda. Selama pendudukan Jepang, wilayah ini diadministrasikan sebagai Bun Shu Metro, yang terbagi menjadi beberapa Gun Shu, marga, dan kampung, dengan struktur pemerintahan yang disesuaikan dengan sistem Jepang.
Pasca Kemerdekaan dan Pemekaran Wilayah
Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan Undang-Undang Darurat No. 4 Tahun 1956, Lampung Tengah ditetapkan sebagai daerah otonom. Pada tahun 1999, melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1999, Lampung Tengah mengalami pemekaran menjadi dua kabupaten dan satu kota:
- Kabupaten Lampung Timur: Meliputi wilayah di bagian timur.
- Kota Metro: Sebelumnya merupakan ibu kota Lampung Tengah.
Setelah pemekaran, ibu kota Lampung Tengah dipindahkan ke Gunung Sugih pada 1 Juli 1999. Kegiatan pemerintahan difokuskan di Gunung Sugih, sementara pusat perdagangan dan jasa berkembang di Bandar Jaya.
Demografi dan Kebudayaan
Lampung Tengah memiliki keragaman budaya yang kaya. Selain suku asli Lampung, terdapat komunitas besar suku Jawa, Bali, dan Sunda yang menetap sebagai hasil dari program transmigrasi antara tahun 1952 hingga 1970. Mayoritas penduduk memeluk agama Islam, dengan minoritas yang menganut Kristen, Hindu, dan Buddha. Keberagaman ini menciptakan mosaik budaya yang khas di Lampung Tengah.
Sejarah Lampung Tengah mencerminkan perjalanan panjang dari masa kolonial hingga era modern, dengan berbagai dinamika sosial dan politik yang membentuk identitasnya saat ini.